1.
Bob Sadino
Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om
Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan
dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick.
Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek
dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah
keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara.
Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi
seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah
dianggap hidup mapan.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia
membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual
untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain
tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob
memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk
bekerja secara mandiri.
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari
perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang
menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang
mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya,
Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia
pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk
melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah
muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya.
Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga
bisa.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual
beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya
memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa
Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat
banyak menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang
asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan.
Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi
pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik
tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana
dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke
agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk
konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan
para petani di beberapa daerah.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali
kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia
dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang
penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang,
rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah
pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu
banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.
Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya
sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan
menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya
dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir
dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi
orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau
mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih
simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan
akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani
pelanggan sebaik-baiknya.
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua
anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama,
semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di
Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam
dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad,
bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan
SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan
tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta
Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun.
Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang
kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber
penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau,
istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar
negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang
harus mencari nafkah.”
Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor
ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia
berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur
sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung,
dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal
1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton
daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak
ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000
per kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual
kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau
bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang
tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam.
Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik
klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama
istri dan dua anaknya.
Profil dan Biodata Bob Sadino
Nama :
Bob Sadino
Lahir :
Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Agama :
Islam
Pendidikan :
-SD, Yogyakarta (1947)
-SMP, Jakarta (1950)
-SMA, Jakarta (1953)
Karir :
-Karyawan Unilever (1954-1955)
-Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam
dan Hamburg (1950-1967)
-Pemilik Tunggal Kem Chicks
(supermarket) (1969-sekarang)
-Dirut PT Boga Catur Rata
-PT Kem Foods (pabrik sosis dan ham)
-PT Kem Farms (kebun sayur)
Alamat Rumah:
Jalan Al Ibadah II/12, Kemang,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 793981
2.
Meity Amelia
Meity Amelia lahir di kota kecil di Gorontalo, 50 tahun lalu. Waktu itu daerahnya sepi dan tidak banyak orang yang menjual makanan. Setiap sore, Sang Mama selalu membut kue-kue untuk kedua anaknya. Awalnya ia hanya bisa melihat dan membantu mengambilkan alat atau bahannya saja. Tapi lama-kelamaan, ia ikut mengaduk adonan, mencetak dan membakar atau menggorengnya.
Karena seringnya membantu, sejak masuk sekolah dasar (SD),
ia sudah bisa membuat puding dan roti goreng sendiri. “Rasanya puas bisa
membuat roti goreng sendiri dan dinikmati sendiri,” jelas Meity. Jadi ketika
teman-teman sebayanya senang bermain-main di luar rumah, ia berada di dapur
membantu mamanya memasak atau membuat kue sendiri.
Selain belajar membuat aneka cake dan masakan, ia juga sudah
diajari bisnis oleh orang tuanya. Ketika menginjak kelas 3 SD, ia sudah berani
menjual permen dari gula merah di sekolahnya. Karena rasanya enak dan murah,
dagangannya selalu habis dibeli teman-temannya. ”Permen gula merah saya buat
sendiri, jadi keuntungannya jadi lebih besar,” jelas ibu 6 anak ini.
Keahlian membuat cake makin bertambah ketika ia menginjak
sekolah menengah pertama (SMP). Ia suka membeli majalah atau buku tentang resep
dan masakan. Tidak hanya dibaca saja, tetapi ia juga senang mempraktikannya di
rumah. Hasilnya, ia sering sekali menghadiahi teman-teman atau ponakan dengan
tart. ”Kalau pas ada perayaan atau ada teman atau keponakan ulang tahun, saya
sering memberi hadiah kue atau tart buatan sendiri,” jelas istri Suryo
Hadisantoso ini. Ia juga pernah membantu usaha kakak iparnya membuat kue
kering.
Proses belajar yang panjang, serta pengalaman yang banyak
membuat kue dan cake, ternyata sangat berguna ketika ia menjalankan bisnis cake
di Jakarta. Tahun 1993, ia membuka Grandville Island, Bakery dan Cake Shop di
komplek pertokoan Greenville, Jakarta Barat. Waktu itu modalnya hanya 1 mikser
kecil, 1 oven biasa, 1 meja dan 1 lemari pendingin. Perlahan tapi pasti, ia
mulai mendapatkan pelanggan. ”Motto kami adalah kualitas di atas kuantitas,”
jelasnya. Untuk itu ia benar-benar memperhatikan kualitas bahan, penampilan,
dan rasa.
Kelebihan dari cake atau kue buatannya adalah ia selalu
memperhatian detail dan membuatnya lebih artistis. Kalau pelukis menuangkan ide
atau gagasannya melalui kain atau kertas, Meity menuangkannya lewat cake atau
kue yang ia buat. ”Saya selalu berusaha membuat cake atau kue menjadi lebih
cantik dan indah,” jelas Meity yang memang jago menghias cake ini.
Karena makin lama pesanan makin banyak, ia mengambil
karyawan untuk membantunya. Sekarang ini ia dibantu 13 karyawan. ”Tapi kalau
mendekati Lebaran, Natal atau hari raya lainnya, saya bisa dibantu 30
karyawan,” jelas Meity yang sampai sekarang masih rajin ikut kursus membuat
cake dan kue. Baginya, belajar merupakan keharusan jika ingin produknya terus
didatangi pelanggan.
Selain kue kering, ia juga menerima pesanan aneka tart untuk
segala keperluan, aneka snack, dan roti. Lebih dari 60 jenis cake yang ia
produksi antara lain: blackforest, tiramisu, havana cake, sultana butter,
caramel nut, cruncy drop’s dan masih banyak lagi. Beberapa pejabat dan artis
pernah merasakan kelezatan cake buatannya. ”Taufik Hidayat pernah pesan tart
untuk ulang tahun anaknya,” jelas Bendahara Asosiasi Bakery Indonesia ini.
Ada beberapa tips untuk mereka yang ingin memulai usaha makanan. Pertama, kerjakan dengan kesungguhan hati dan ikhlas. Jangan pernah menggerutu dengan apa yang ia kerjakan. Kedua, jangan malas belajar entah dengan mengikuti kursus atau membaca buku. ”Ketiga, terus jaga kualitas dan selalu buat inovasi baru,” tegas Meity.
Ada beberapa tips untuk mereka yang ingin memulai usaha makanan. Pertama, kerjakan dengan kesungguhan hati dan ikhlas. Jangan pernah menggerutu dengan apa yang ia kerjakan. Kedua, jangan malas belajar entah dengan mengikuti kursus atau membaca buku. ”Ketiga, terus jaga kualitas dan selalu buat inovasi baru,” tegas Meity.
3.
Dahlan
Iskan
Dahlan Iskan (lahir di Magetan, Jawa
Timur, 17 Agustus 1951; umur 61 tahun), adalah CEO surat kabar Jawa Pos dan
Jawa Pos Group, yang bermarkas di Surabaya. Ia juga adalah Direktur Utama PLN
sejak 23 Desember 2009. Pada tanggal 19 Oktober 2011, berkaitan dengan
reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II, Dahlan Iskan diangkat sebagai Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara menggantikan Mustafa Abubakar.
Karier
Karier Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di Samarinda, Kalimantan Timur pada tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin surat kabar Jawa Pos hingga sekarang.
Karier
Karier Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di Samarinda, Kalimantan Timur pada tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin surat kabar Jawa Pos hingga sekarang.
Jawa Pos
Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 ekslempar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar. Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia yang memiliki 134 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta. Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam dan Riau TV di Pekanbaru.
Fangbian Iskan Corporindo (FIC)
Sejak awal 2009, Dahlan adalah sebagai Komisaris PT Fangbian Iskan Corporindo (FIC) yang akan memulai pembangunan Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL) pertengahan tahun ini. SKKL ini akan menghubungkan Surabaya di Indonesia dan Hong Kong, dengan panjang serat optik 4.300 kilometer.
Perusahaaan Listrik Negara (PLN)
Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Semenjak memimpin PLN, Dahlan membuat beberapa gebrakan diantaranya bebas byar pet se Indonesia dalam waktu 6 bulan, gerakan sehari sejuta sambungan. Dahlan juga berencana membangun PLTS di 100 pulau pada tahun 2011. Sebelumnya, tahun 2010 PLN telah berhasil membangun PLTS di 5 pulau di Indonesia bagian Timur yaitu Pulau Banda, Bunaken Manado, Derawan Kalimantan Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Citrawangan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (Menteri BUMN)
Pada tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan ditunjuk sebagai pengganti Menteri BUMN yang menderita sakit. Ia terisak dan terharu begitu dirinya dipanggil menjadi menteri BUMN karena ia berat meninggalkan PLN yang menurutnya sedang pada puncak semangat untuk melakukan reformasi PLN.
Dahlan melaksanakan beberapa program yang akan dijalankan dalam pengelolaan BUMN. Program utama itu adalah restrukturisasi aset dan downsizing (penyusutan jumlah) sejumlah badan usaha. Ihwal restrukturisasi masih menunggu persetujuan Menteri Keuangan.
Beberapa kinerjanya disorot. Dahlan gagal membawa lima perusahaan BUMN untuk melepas saham perdana (initial public offering/IPO) di lantai bursa. Adapun, berkat kepemimpinannya, BUMN dinilai bersih dari korupsi oleh masyarakat juga merupakan kinerja dan keberhasilannya membangun BUMN.
Kehidupan pribadi
Dahlan Iskan dibesarkan di lingkungan pedesaan dangan kondisi serba kekurangan. Orangtuanya tidak ingat tanggal berapa Dahlan dilahirkan. Dahlan akhirnya memilih tanggal 17 Agustus dengan alasan mudah diingat karena bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia.
Dahlan Iskan pernah menulis buku berjudul Ganti Hati pada tahun 2008. Buku ini berisi tentang pengalaman Dahlan Iskan dalam melakukan operasi cangkok hati di Cina.
Selain sebagai pemimpin Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya.
Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 ekslempar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar. Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia yang memiliki 134 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta. Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam dan Riau TV di Pekanbaru.
Fangbian Iskan Corporindo (FIC)
Sejak awal 2009, Dahlan adalah sebagai Komisaris PT Fangbian Iskan Corporindo (FIC) yang akan memulai pembangunan Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL) pertengahan tahun ini. SKKL ini akan menghubungkan Surabaya di Indonesia dan Hong Kong, dengan panjang serat optik 4.300 kilometer.
Perusahaaan Listrik Negara (PLN)
Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Semenjak memimpin PLN, Dahlan membuat beberapa gebrakan diantaranya bebas byar pet se Indonesia dalam waktu 6 bulan, gerakan sehari sejuta sambungan. Dahlan juga berencana membangun PLTS di 100 pulau pada tahun 2011. Sebelumnya, tahun 2010 PLN telah berhasil membangun PLTS di 5 pulau di Indonesia bagian Timur yaitu Pulau Banda, Bunaken Manado, Derawan Kalimantan Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Citrawangan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (Menteri BUMN)
Pada tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan ditunjuk sebagai pengganti Menteri BUMN yang menderita sakit. Ia terisak dan terharu begitu dirinya dipanggil menjadi menteri BUMN karena ia berat meninggalkan PLN yang menurutnya sedang pada puncak semangat untuk melakukan reformasi PLN.
Dahlan melaksanakan beberapa program yang akan dijalankan dalam pengelolaan BUMN. Program utama itu adalah restrukturisasi aset dan downsizing (penyusutan jumlah) sejumlah badan usaha. Ihwal restrukturisasi masih menunggu persetujuan Menteri Keuangan.
Beberapa kinerjanya disorot. Dahlan gagal membawa lima perusahaan BUMN untuk melepas saham perdana (initial public offering/IPO) di lantai bursa. Adapun, berkat kepemimpinannya, BUMN dinilai bersih dari korupsi oleh masyarakat juga merupakan kinerja dan keberhasilannya membangun BUMN.
Kehidupan pribadi
Dahlan Iskan dibesarkan di lingkungan pedesaan dangan kondisi serba kekurangan. Orangtuanya tidak ingat tanggal berapa Dahlan dilahirkan. Dahlan akhirnya memilih tanggal 17 Agustus dengan alasan mudah diingat karena bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia.
Dahlan Iskan pernah menulis buku berjudul Ganti Hati pada tahun 2008. Buku ini berisi tentang pengalaman Dahlan Iskan dalam melakukan operasi cangkok hati di Cina.
Selain sebagai pemimpin Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya.
4.
Sukyatno (Hoo Tjioe)
Siapa yang tak kenal dengan produk es teller 77, ratusan
gerainya sudah tersebar di seluruh nusantara. Tidak puas dengan mempertahankan
pasar dalam negeri, kini produk es teller 77 merupakan salah satu bisnis franchise makanan yang berhasil merambah pasar
internasional. Produknya sudah menjangkau pasar luar negeri seperti Malaysia,
Singapura, Australia, serta masih akan terus dikembangkan untuk membuka gerai
berikutnya di India, Jeddah dan Arab Saudi.
Terinspirasi dari sang mertua (Ibu Murniati
Widjaja) yang menang lomba membuat es teler, Sukyatno yang dulunya bernama Hoo
Tjioe Kiat mencoba menjual es teler di emperan toko dengan menggunakan tenda –
tenda. Usaha yang dimulainya pada tanggal 7 Juli 1982 ini, ternyata bukan peluang bisnis yang pertama kali Ia coba. Berbagai
peluang bisnis seperti menjadi salesman, tengkulak jual beli tanah,
makelar pengurusan SIM, menjadi pemborong bangunan, sampai mencoba bisnis salon
pernah Ia geluti dan semuanya gagal ditengah jalan.
Tak ingin mengulangi kegagalan bisnis seperti sebelumnya,
Sukyatno mulai menekuni bisnis es telernya yang diberi nama es teler 77. Angka
77 digunakan sebagai merek es telernya, karena angka tersebut mudah diingat dan
diharapkan menjadi angka hoki bagi pemilik bisnis ini. Keyakinan Sukyatno pun
tepat, merek es teler 77 mulai dikenal masyarakat dan menjadi salah satu produk
unggulan dari dulu sampai sekarang.
Dari sebuah warung tenda yang dulunya berada di emperan
toko, Sukyatno berinisiatif untuk mengembangkannya menjadi bisnis waralaba.
Setelah 5 tahun mempertahankan bisnisnya, tepat pada tahun 1987 untuk pertama
kalinya dibuka gerai es teler 77 di Solo dengan sistem franchise. Semenjak itu perkembangan bisnisnya pun sangat pesat,
dengan keuletan dan kerja keras yang dimiliki Sukyatno kini es teller 77 telah
memiliki lebih dari 180 gerai yang tersebar di berbagai pusat perbelanjaan dan
pertokoan yang ada di Indonesia bahkan hingga mancanegara.
Kunci sukses es teller 77
Bersamaan
dengan perkembangan bisnisnya, pada tahun 2007 Sukyatno
kembali ke hadapan Yang Maha Esa. Kesederhanaan dan kerjakerasnya dalam
mengembangkan usaha, kini dilanjutkan oleh salah satu anaknya yaitu Andrew
Nugroho selaku direktur PT. Top Food Indonesia. Berkat komitmen para pengelola
bisnis ini, sekalipun menghadapi persaingan dagang yang cukup ketat dengan
bisnis franchise makanan asing maupun franchise lokal yang saat ini banyak
bermunculan. Es teller 77 terus berusaha untuk memberikan pelayanan yang
terbaik bagi para konsumennya. Ini dibuktikan dengan adanya inovasi baru dari
es teler 77 yang mengenalkan menu makanan terbarunya antara lain gado – gado,
rujak buah, mie kangkung, dan nasi goreng buntut. Andrew sengaja mempertahankan
menu tradisional yang tidak asing bagi lidah orang Indonesia, agar masyarakat
yang masuk pertokoan masih bisa menemukan menu tradisional yang mereka gemari.
Disamping itu untuk meningkatkan loyalitas konsumen terhadap
es teler 77, Andrew juga memberikan fasilitas kartu member bagi para
pelanggannya. Dengan kartu klub juara yang diluncurkannya, pelanggan berhak
memperoleh diskon makanan dan minuman yang ada di seluruh gerai es teler 77.
Atas kerjakeras dan perjuangan keluarga Sukyatno dalam
mengembangkan bisnisnya, berbagai penghargaan pun pernah diterimanya.
Kesuksesan es teller 77 dalam mengembangkan bisnis franchisenya, menjadi
motivasi besar bagi semua orang.
5. Gigin Mardiansyah
Kehadiran seorang wirausaha muda
bernama Gigin Mardiansyah bisa disebut tergolong unik pada tataran usaha di
Indonesia. Ketika masih berstatus mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, alur
pendidikannya jelas tidak terlepas dari manajerial pertanian, peternakan dan
perkebunan.
Namun siapa menyangka jika saat ini disiplin ilmu tersebut ditanggalkannya untuk berkonsentrasi menjalankan bisnis industri boneka di bawah bendera usaha Rumah Boneka Horta. Horta adalah singkatan dari Holtikultura, sesuai program studi holrikultura yang diambil Gigin.
Aktivitas Gigin menjadi intensif di kewirausahaan diawali ketika dia bersama enam mahasiswa IPB lainnya sebagai kerabat dekatnya, mengikuti kontestan lomba kewirausahaan. Dan Gigin bersama rekannya menemukan ide untuk menciptakan boneka berdasarkan kreativitas salah satu dosen.
Boneka yang diciptakan bukan sekedar boneka biasa, karena dia dan rekannya mampu menjadikan mainan tersebut sebagai alat edukasi untuk anak-anak. Karena sasarannya anak-anak, maka yang diciptakan adalah boneka-boneka hewan.
Namun siapa menyangka jika saat ini disiplin ilmu tersebut ditanggalkannya untuk berkonsentrasi menjalankan bisnis industri boneka di bawah bendera usaha Rumah Boneka Horta. Horta adalah singkatan dari Holtikultura, sesuai program studi holrikultura yang diambil Gigin.
Aktivitas Gigin menjadi intensif di kewirausahaan diawali ketika dia bersama enam mahasiswa IPB lainnya sebagai kerabat dekatnya, mengikuti kontestan lomba kewirausahaan. Dan Gigin bersama rekannya menemukan ide untuk menciptakan boneka berdasarkan kreativitas salah satu dosen.
Boneka yang diciptakan bukan sekedar boneka biasa, karena dia dan rekannya mampu menjadikan mainan tersebut sebagai alat edukasi untuk anak-anak. Karena sasarannya anak-anak, maka yang diciptakan adalah boneka-boneka hewan.
Awalnya, boneka-boneka dilengkapi secara unik oleh tanaman padi-padian di atas kepalanya, apabila boneka direncam di dalam air. Sebab, di kepala boneka sudah dilengkapi bibit tumbuhan. Akan tetapi, modifikasi terhadap penampilan boneka terus disempurnakan, sehingga fokusnya lebih ke boneka konvensional.
Target dari penciptaan boneka itu
tentus saja agar anak-anak sejak dini bisa mengenal berbagai jenis hewan yang
hidup di Indonesia maupun hewan-hewan di manca negara. Selain boneka hewan,
kelompok itu juga menciptakan tokoh legenda seperti dokter, guru serta tokoh
yang menjadi popular di masyarakat.
”Adapun bonekanya secara umum tidak terlalu besar, karena tingginya mulai dari 5 cm-20 cm,” kata Gigin Mardiansyah menjelaskan kepada Bisnis. Seiring perjalanan waktu, ketujuh mahasiswa yang mulai memiliki jiwa kewirausahaan kental tersebut akhirnya berpisah setelah dimulai dari satu ajang lomba pada 2004. Gigin lalu malanjutkan usahanya melalui bendera Rumah Boneka Horta, dan dikembangkan secara profesional dan komersial. Yang membuat produk Rumah Boneka mamu Horta terus bertahan, karena bahan dasarnya memang berbeda dibandingkan dengan produk boneka lainnya. Gigin mengutamakan bahan baku serbuk gergaji yang dimasukkan ke dalam stoking serta dibentuk sesuai dengan model yang diinginkan.
Pembentukan model atau karakteristik boneka hewan dilaksanakan dengan bantuan benang yang diikat dan dijahit. Sampai saat ini, menurut pengakuan Gigin, produksi Rumah Boneka Horta terus meningkat, sehingga makin optimistis bisa dikembangkan lagi.
”Sebelumnya pemasaran kami lakukan terbatas pada dunia pendidikan saja. Namun, karena respons masyarakat secara umum juga besar, saya lalu membuka pasar lebih luas sekaligus meningkatkan produksi,” papar ayah dari seorang anak ini.
Kapasitasnya saat ini bisa mencapai 10.000 hingga 15.000 boneka per bulan, atau sekitar 1.000 setiap hari. Jika permintaan menurun, minimal produksi yang dipertahankan sekitar 10.000. Apabila order meningkat, jumlahnya bisa mencapai 18.000 boneka per bulan.
Dari ajang lomba wajib tersebut tingkat almamater tersebut, Gigin akhirnya menjadikannya sebagai tumpuan utama, dan saat ini setidaknya dia berhasil merekrut sekitar 30 tenaga kerja profesional sebagai pendukung roda bisnisnya yang kian berkembang.
Tenaga kerja atau perajin yang direkrut merupakan tenaga istimewa, karena mayoritas adalah kaum ibu-ibu yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan tetap. Gigin berhasil mengoptimalkan kemampuan mereka menjadi tenaga trampil yang ke depan berpotensi menjadi wirausaha. Meski kategori usahanya home industry, namun kemampan produksinya tidak meragukan, karena pasokan lebih dominan ke distributor ketimbang di pasarkan secara ritel. Kondisi itu akhirnya menempatkan tenaga kerja menjadi lebih piawai.
Meski dari tujuh kerabat saat ini sudah berpencar, namun Gigin memantapkan diri menjadikan Bogor sebagai base usahanya. Tepatnya di kawasan Kampus IPB Darmaga, sedangkan mitranya sudah ada yang membuka bisnis sama di Bandung dan kota-kota lainnya.
Menurut dia, secara konsep produksi, dia maupun rekan-rekannya tetap menganut prinsip yang sama. Hanya saja dipastikan berbeda konsep manajemen, terutama untuk mengembangkan pasar sebagai target akhir dari setiap poroduksi.
Itu sebabnya, ketika Gigin menyelesaikan studinya di IPB pada 2007, konsentrasinya tidak terpecah untuk tetap meneruskan bisnisnya di sektor boneka. Disiplin ilmu boleh berbeda, akan tetapi tuntutan jiwa kewirausahaannya lebih kental menjadikan dia sebagai pengusaha potensial.
Sukses membangun bisnis boneka, tidak membuat kreativitas Gigin terkubur. Ayah dari seorang putra yang baru berusia 10 bulan ini, ternyata sangat inovatif untuk mengejar asanya. Gigin pada 2007, atau selepas dari pendidikan kampus, membangun usaha lain di bidang lembaga keuangan mikro.
Bisnis tersebut adalah lembaga keuangan mikro (LKM) berbasis koperasi serta didirikan dengan modal awal Rp2 juta. Secara khusus melayani keperluan pelaku usaha mikro dan kecil di sekitar kawasan Kampus IPB Darmaga Bogor.
Namun dari bisnis keuangan ini ternyata dia mampu meraup sukses lain yang sebenarnya tidak pernah dibayangkan Gigin, sama halnya ketika dia memulai bisnis boneka horta melalui kompetisi kewirausahaan di internal IPB.
”Saat ini LKM El Uma, nama yang kami pilih, memiliki omzet Rp2 miliar lebih. Saya tidak mempunyai basic keuangan, akan tetapi melalui paket learning by doing, bisnis di sektor keuangan memberi keberhasilan seperti saat ini,” papar Gigin yang bangga atas kesuksesannya.
Dengan keberhasilan dari sektor jasa keuangan mikro, Gigin mampu meningkatkan pendapatan pundi-pundinya. Sebab, dari produksi Rumah Boneka Horta saja, omzetnya per bulan secara rata-rata antara Rp80 juta—Rp100 juta.
Angka yang sangat fantastis bagi penghasilan seorang wirausaha muda yang secara inovatif mengembangkan dua sektor bisnis berbeda sekaligus. Meski demikian, kesuksesan tidak membuat Gigin menjadi tinggi hati.
Penampilan dan tutur bahasanya tetap seperti seorang terdidik, namun dibalik dari kesederhanaan itu tersimpan potensi besar untuk menjadikan kelompok usahanya terus bergeliat. Apalagi usianya masih tergolong sangat muda, sehingga potensi menjadi pelaku usaha mapan terbayang jelas.
”Adapun bonekanya secara umum tidak terlalu besar, karena tingginya mulai dari 5 cm-20 cm,” kata Gigin Mardiansyah menjelaskan kepada Bisnis. Seiring perjalanan waktu, ketujuh mahasiswa yang mulai memiliki jiwa kewirausahaan kental tersebut akhirnya berpisah setelah dimulai dari satu ajang lomba pada 2004. Gigin lalu malanjutkan usahanya melalui bendera Rumah Boneka Horta, dan dikembangkan secara profesional dan komersial. Yang membuat produk Rumah Boneka mamu Horta terus bertahan, karena bahan dasarnya memang berbeda dibandingkan dengan produk boneka lainnya. Gigin mengutamakan bahan baku serbuk gergaji yang dimasukkan ke dalam stoking serta dibentuk sesuai dengan model yang diinginkan.
Pembentukan model atau karakteristik boneka hewan dilaksanakan dengan bantuan benang yang diikat dan dijahit. Sampai saat ini, menurut pengakuan Gigin, produksi Rumah Boneka Horta terus meningkat, sehingga makin optimistis bisa dikembangkan lagi.
”Sebelumnya pemasaran kami lakukan terbatas pada dunia pendidikan saja. Namun, karena respons masyarakat secara umum juga besar, saya lalu membuka pasar lebih luas sekaligus meningkatkan produksi,” papar ayah dari seorang anak ini.
Kapasitasnya saat ini bisa mencapai 10.000 hingga 15.000 boneka per bulan, atau sekitar 1.000 setiap hari. Jika permintaan menurun, minimal produksi yang dipertahankan sekitar 10.000. Apabila order meningkat, jumlahnya bisa mencapai 18.000 boneka per bulan.
Dari ajang lomba wajib tersebut tingkat almamater tersebut, Gigin akhirnya menjadikannya sebagai tumpuan utama, dan saat ini setidaknya dia berhasil merekrut sekitar 30 tenaga kerja profesional sebagai pendukung roda bisnisnya yang kian berkembang.
Tenaga kerja atau perajin yang direkrut merupakan tenaga istimewa, karena mayoritas adalah kaum ibu-ibu yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan tetap. Gigin berhasil mengoptimalkan kemampuan mereka menjadi tenaga trampil yang ke depan berpotensi menjadi wirausaha. Meski kategori usahanya home industry, namun kemampan produksinya tidak meragukan, karena pasokan lebih dominan ke distributor ketimbang di pasarkan secara ritel. Kondisi itu akhirnya menempatkan tenaga kerja menjadi lebih piawai.
Meski dari tujuh kerabat saat ini sudah berpencar, namun Gigin memantapkan diri menjadikan Bogor sebagai base usahanya. Tepatnya di kawasan Kampus IPB Darmaga, sedangkan mitranya sudah ada yang membuka bisnis sama di Bandung dan kota-kota lainnya.
Menurut dia, secara konsep produksi, dia maupun rekan-rekannya tetap menganut prinsip yang sama. Hanya saja dipastikan berbeda konsep manajemen, terutama untuk mengembangkan pasar sebagai target akhir dari setiap poroduksi.
Itu sebabnya, ketika Gigin menyelesaikan studinya di IPB pada 2007, konsentrasinya tidak terpecah untuk tetap meneruskan bisnisnya di sektor boneka. Disiplin ilmu boleh berbeda, akan tetapi tuntutan jiwa kewirausahaannya lebih kental menjadikan dia sebagai pengusaha potensial.
Sukses membangun bisnis boneka, tidak membuat kreativitas Gigin terkubur. Ayah dari seorang putra yang baru berusia 10 bulan ini, ternyata sangat inovatif untuk mengejar asanya. Gigin pada 2007, atau selepas dari pendidikan kampus, membangun usaha lain di bidang lembaga keuangan mikro.
Bisnis tersebut adalah lembaga keuangan mikro (LKM) berbasis koperasi serta didirikan dengan modal awal Rp2 juta. Secara khusus melayani keperluan pelaku usaha mikro dan kecil di sekitar kawasan Kampus IPB Darmaga Bogor.
Namun dari bisnis keuangan ini ternyata dia mampu meraup sukses lain yang sebenarnya tidak pernah dibayangkan Gigin, sama halnya ketika dia memulai bisnis boneka horta melalui kompetisi kewirausahaan di internal IPB.
”Saat ini LKM El Uma, nama yang kami pilih, memiliki omzet Rp2 miliar lebih. Saya tidak mempunyai basic keuangan, akan tetapi melalui paket learning by doing, bisnis di sektor keuangan memberi keberhasilan seperti saat ini,” papar Gigin yang bangga atas kesuksesannya.
Dengan keberhasilan dari sektor jasa keuangan mikro, Gigin mampu meningkatkan pendapatan pundi-pundinya. Sebab, dari produksi Rumah Boneka Horta saja, omzetnya per bulan secara rata-rata antara Rp80 juta—Rp100 juta.
Angka yang sangat fantastis bagi penghasilan seorang wirausaha muda yang secara inovatif mengembangkan dua sektor bisnis berbeda sekaligus. Meski demikian, kesuksesan tidak membuat Gigin menjadi tinggi hati.
Penampilan dan tutur bahasanya tetap seperti seorang terdidik, namun dibalik dari kesederhanaan itu tersimpan potensi besar untuk menjadikan kelompok usahanya terus bergeliat. Apalagi usianya masih tergolong sangat muda, sehingga potensi menjadi pelaku usaha mapan terbayang jelas.
ko ftonya ga tampil?
BalasHapusMasalah Teknis Mba.Mohon di maklumi yah. Searching Google aja yak kalo mau lebih tau fotonya. Terima Kasih
BalasHapusSaya penggemar bob sadino......
BalasHapusMudah2an kita semua bisa mengikuti jejak orang sukses di atas....
Mampir y gan di blog saya http://goresan-gunawan.blogspot.com
makasih gan..
BalasHapusukey gan maksih gan untuk artikelnya, sangat menginspirasi sekali dengan adanya artikel ini awalnya yang tidak tahu pengusaha sukses selain Bob Sadino,kini saya menjadi tahu,,hahha tanks gan,,,,,
BalasHapusbob sadino yang paling banyak mengena. setelah membaca kisah kisah pengusaha2 sukses, jadi termotivasi nih..terimakasih ya artikelnya
BalasHapuswaaah, bob sadino itu idola saya, tx
BalasHapusMikirBisnis
Terima kasih
BalasHapusTapi masih banyak pengusaha sukses lainnya
Kisah orang-orang sukses yang sangat menginspirasi sekali ya gan ,,,terimakasih atas postingannya sangat bermanfaat sekali,,
BalasHapussukses ya, http://klikntt.blogspot.co.id/
BalasHapusTerimah kasih atas postiangnya gan saya jadi terispirasi dan saya kagum sama om Bob
BalasHapus