Terletak
165 Km sebelah barat Kota Semarang atau 329 Km sebelah timur Jakarta, dengan
luas wilayah 39,68 Km² atau ±3.968 Hektar, Tegal menjadi salah satu kabupaten
di Jawa Tengah yang sangat populer dengan wisata alamnya. Selain itu, posisi tegal yang sangat
strategis dalam menunjang perekonomian nasional maupun regional membuat Tegal
cukup terkenal di telinga masyarakat Indonesia.
Kehidupan
masyarakat Tegal di perkotaan didominasi oleh perdagangan dan jasa. Dilihat
dari tatanan lingkungannya, Tegal termasuk kabupaten yang berkembang pesat.
Akan tetapi, bukan kehidupan perkotaan di Tegal yang akan saya bahas.
Bumijawa,
desa yang memiliki ketinggian 800 MDPL dengan udara yang relatif dingin. Hal
ini karena Bumijawa terletak paling selatan dari Kabupaten Tegal dan sangat
dekat dengan Gunung Selamet. Terkenal akan wisata alamnya yaitu GUCI, membuat
saya tertarik untuk membahas desa ini. Terutama dalam hal kelistrikan.
Maret
lalu, tepatnya pada 16 – 20 Maret 2017 saya bersama Muhammad Irhasy Fadlilah,
Yodi Christian Silalahi, Septhian Tampubolon dan Bapak Tony Koerniawan,
ditugaskan untuk survey di Kabupaten Tegal. Survey yang kami lakukan tentang
kepuasan pelanggan PLN terhadap daya 450 VA yang digunakan oleh masyarakat
Tegal. Kami memiliki waktu 5 hari untuk menyelesaikan tugas ini.
15
Maret 2017 pukul 10:30 WIB, kami berangkat dengan kereta api dari stasiun
Gambir. Kami pastikan persiapan sudah matang dan kami siap berangkat.
Perjalanan
5 jam membuat kami cukup lelah. Sekitar pukul 5 sore, kami tiba. Senja kala itu
seakan menyambut kedatangan kami. Namun, perjalanan belum selesai. Kami masih
harus menuju ke rumah keluarga pak Tony, tempat kami menginap, selama 1,5 jam. Dalam
perjalanan, kami sempatkan singgah untuk mencicipi salah satu makanan khas
Tegal, yaitu Soto Tegal. Makanan ini sudah beberapa kali saya nikmati. Namun,
soto tegal ini menjadi hal baru bagi ketiga teman saya yang mereka sendiri
berasal dari Bengkulu dan Medan.
Jalur
perjalanan yang kami lalui harus menanjak dan menikung, sehingga tubuh kami terombang-ambing
di dalam mobil. Hal ini sudah biasa kami alami.
Sekitar
jam 9 malam, kami tiba di tujuan. Udara dingin menyambut kami. Bagi saya dan
pak Tony itu hal yang biasa. Tetapi, bagi yang lain ini luar biasa. Mereka
berupaya beradaptasi dengan udara dingin. Malam itu kami langsung beristirahat.
Karena besok kami harus mulai bertugas.
Adzan
Subuh berkumandang. Saya beranjak bangun dari tidur untuk pergi ke masjid.
Letaknya tak jauh, hanya beberapa langkah saja dari penginapan. Sholat pun
dilaksanakan.
Matahari
belum perlihatkan sinarnya. Saya mencoba menikmati udara pagi yang segar.
Seraya berbisik hati ini, “Ya Allah, Sungguh nikmat karunia yang telah Engkau berikan
padaku pagi ini.”. Sepanjang mata memandang, hanya gelap yang terlihat.
Sarapan
pagi telah tersedia. Saatnya kami makan dan mempersiapkan diri untuk memulai
survey pertama ini. Pak Tony pun memberikan arahan untuk survey hari ini.
Setelah semua dirasa cukup, kami berangkat. Kami dibagi menjadi 3 tim. Saya
bersama Irhasy memulai survey disekitar penginapan. Septian, Yodhi, Pak Tony
beserta istri memulai surveynya di lokasi yang cukup jauh dari penginapan.
Saya
dan Irhasy memulai survey di RT 02/01. Dengan sapa dan tutur kata yang ramah,
kami temui warga yang masih menggunakan daya 450 VA. Alangkah terkejutnya kami.
Hampir 2 jam kami menelusuri perumahan warga disana. Tidak ada satupun warga
yang bersedia kami wawancarai. Dengan berbagai alasan warga menolak untuk
diajak berbincang–bincang. Dalam hati bertanya–tanya, “Ada apa ini ? Apa salah
kami ?”. Dengan pakaian rapi dan tanda pengenal yang jelas, mereka tetap saja
menolak dan memilih untuk menutup pintu rumah. Medan yang tidak datar, cukup
membuat kami lelah berjalan.
Dalam
keadaan bingung dan putus asa, kami putuskan istirahat seraya melaksanakan
sholat Dzuhur. Berharap ada jalan keluar atas permasalah survey kami dihari
pertama ini.
Setelah
sholat, kami coba tanyakan teman–teman yang lain. Ternyata mereka tidak mengalami
masalah apapun, dan mereka berkata bahwa warganya sangat antusias terhadap
survey yang diadakan. Kami semakin bingung dan terkejut. Bagaimana bisa ? Saya
dan Irhasy pun mencoba strategi baru.
Rumah
Ketua RT. Kami berkunjung ke rumah Ketua RT 09/01. Disambut dengan baik, kami
jelaskan maksud dan tujuan kami berada di desa ini. Kebetulan ketua RT ini
kenal baik dengan Mas Jindan, orang di tempat kami menginap. Disinilah kami
baru mengetahui akar permasalahannya.
Lama
kami berbincang – bincang, dapat disimpulkan bahwa warga di sana trauma dengan
apa yang mereka pernah alami. Dari RT 02/01 sampai RT 09/01, ternyata
permasalahannya sama. Warga di sana mengira bahwa kami ini adalah Sales Man,
Tukang Hipnotis bahkan sindikat pencurian anak. Sebab warga di sana telah
berulang kali mengalami hal yang tidak menyenangkan. Mulai dari pencurian,
penipuan bahkan penculikan. Itu menjadi sebab kenapa kami sulit untuk mengajak
warga di sana mengobrol.
Informasi
yang kami dapatkan cukup membantu. Kami lanjutkan penelusuran kami ke rumah–rumah
warga. Sampailah kami di satu rumah. Ukurannya kecil, berdindingkan papan, dan
beralaskan semen. Kriteria yang cocok dengan rumah berdaya 450 VA. Kami temui
penghuninya dan disambut baik. Kami pun berbincang – bincang.
Satu
jam lamanya kami berbincang, ada yang kami rasa ganjil. Pemilik rumah itu
selalu menanyakan permasalahan yang dialami oleh pengguna daya 900 VA. Kemudian
saya tanyakan daya yang digunakan rumah itu. Astaga ! Ternyata selama lebih
dari 1 jam itu kami mewawancarai pemilik rumah daya 900 VA. Tidak sesuai
target, kami akhiri perbincangan itu dan beranjak pergi dengan alasan untuk ke
rumah warga lainnya.
Setelah
pergi dari rumah itu, kami evaluasi diri. Agar kesalahan di rumah itu tidak
terjadi lagi. Tidak tertipu lagi dengan tampilan fisik rumah. Kami susun
strategi baru.
Hujan
membasahi tubuh. Kami putuskan untuk pulang ke penginapan. Mas Jindan bertanya
bagaimana survey pertamanya. Beliau pun hanya tertawa mendengar apa yang telah
kami alami. Mas Jindan menyarankan kami untuk pergi ke salah satu rumah. Dekat
dengan penginapan. Rumah Abdul Rosid. Penjual mi ayam di RT 02/01. Kami
kunjungi dan wawancarai salah satu penghuninya, yaitu anak perempuan dari Bapak
Abdul Rosid. Dalam wawancara itu, diketahui bahwa memang sering terjadi aksi
penipuan, pencurian, dan penculikan dengan motif–motif tertentu.
Senja
di hari itu menghiasi langit. Tanda untuk harus kami akhiri survey pertama ini.
Kami putuskan kembali ke penginapan. Begitu pula teman-teman dan Pak Tony.
Bulan
menerangi malam. Kami kembali berkumpul di penginapan seraya menceritakan
kepada yang lain apa yang saya & Irhasy alami hari ini. Reaksi mereka pun
sama seperti Mas Jindan. Tertawa terbahak-bahak di ruang makan. Pak Tony &
teman-teman yang lain memberikan kami tips dan trik untuk survey esok harinya.
Hari
pertama survey itu, kami hanya mendapatkan ±50 responden. Hanya saya dan Irhasy
yang gagal mendapatkan responden di hari itu. Sedikit mengecewakan memang.
Namun, itulah keadaannya.
Malam
semakin larut. Udara terasa semakin dingin. Kantuk begitu terasa. Kami putuskan
untuk istirahat. Karena esok hari kami harus melanjutkan survey. Berharap esok
hari lebih baik daripada hari ini.
Belajar
dari pengalaman, saya dan Irhasy tak ingin kembali mengalami kegagalan. Dengan strategi
baru, kami lakukan survey dihari kedua. Bongkar ! Strategi baru agar kami bisa
mendapatkan responden sebanyak-banyaknya. Kami datang melihat kWh Meter yang
terpasang di rumah warga. Apabila sesuai kriteria, maka akan kami tanya
langsung. Tanpa basa-basi seperti hari pertama.
Strategi
dihari kedua ini berhasil. Lebih dari 10 responden kami peroleh. Namun bukan
tanpa kendala. Hari itu kami kembali terjebak hujan. Itu membuat kami
menghentikan sejenak penelusuran dihari itu. Kami bernaung di salah satu rumah
warga. Di sana kami bertemu dengan Septian dan Yodhi. Dalam satu naungan, kami
berbincang-bincang sangat lama dengan pemilik rumah itu.
Hujan
tak kunjung reda hingga malam tiba. Pak Tony berkali-kali menghubungi saya dan
menanyakan dimana keberadaan kami. Hingga suatu ketika, kami dijemput oleh
keponakan dari Pak Tony. Kami pun pulang.
Dengan
jumlah responden yang tidak sesuai target pada hari kedua itu, cukup
mengecewakan. Malam itu kami akhiri dengan beristirahat.
Dihari
ketiga, strategi berubah. Kali ini Pak Tony mengajak saya dan Irhasy untuk ikut
survey ke desa Muncang Larang. Di sana saya berkolaborasi bersama Pak Tony.
Sedangkan Irhasy berkolaborasi bersama istri Pak Tony. Target hari itu kami
harus mencapai 200 responden. Kami telusuri lorong-lorong rumah warga. Seperti
menebar jala di lautan, rumah-rumah di sana didominasi pelanggan 450VA. Tidak
sulit untuk mendapatkan responden. Masih dengan strategi ‘Bongkar’, dalam
sehari kami bisa mendapatkan lebih dari 30 responden. Sedangkan Irhasy dan istri
Pak Tony mendapatkan kurang lebih 20 responden. Hal tak terduga datang dari
Septian dan Yodhi. Dalam sehari mereka mendapatkan 60 reponden. Luar biasa !
Pagi
hingga sore kami habiskan waktu untuk menelusuri desa itu. Letih terbayarkan
sudah. Target untuk 200 responden telah tercapai. Namun, ada hal lain yang
harus kami lakukan. Input data responden. Itu harus kami lakukan dan selesaikan
agar kami dapat berlibur sebelum kembali ke Jakarta.
Terasa
melelahkan. Walaupun hanya sekedar input data responden ke dalam website. Kami
harus teliti untuk memasukkan data pelanggan satu demi satu. Dan harus selesai
pada hari ke empat.
Survey
pelanggan telah selesai. Input data pelanggan juga. Saatnya kami pergi berlibur
ke Wisata Air Panas GUCI. Dihari kelima ini kami habiskan waktu dengan berenang
dan berendam di wisata air panas tersebut. Meregangkan otot-otot kaki yang
tegang karena berhari-hari melakukan survey.
Kewajiban
telah terlaksana dan liburan pun begitu. Saatnya kami untuk kembali ke Ibu Kota
Jakarta. Melanjutkan kewajiban sebagai mahasiswa di kampus. Survey ini sangat
berkesan dan menambah pengalaman kami. Terima kasih Tegal, terima kasih
Bumijawa. Sampai jumpa lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar