Minggu, 07 Mei 2017

Bumijawa di Kaki Gunung Selamet

 Terletak 165 Km sebelah barat Kota Semarang atau 329 Km sebelah timur Jakarta, dengan luas wilayah 39,68 Km² atau ±3.968 Hektar, Tegal menjadi salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang sangat populer dengan wisata  alamnya. Selain itu, posisi tegal yang sangat strategis dalam menunjang perekonomian nasional maupun regional membuat Tegal cukup terkenal di telinga masyarakat Indonesia.

Kehidupan masyarakat Tegal di perkotaan didominasi oleh perdagangan dan jasa. Dilihat dari tatanan lingkungannya, Tegal termasuk kabupaten yang berkembang pesat. Akan tetapi, bukan kehidupan perkotaan di Tegal yang akan saya bahas.
Bumijawa, desa yang memiliki ketinggian 800 MDPL dengan udara yang relatif dingin. Hal ini karena Bumijawa terletak paling selatan dari Kabupaten Tegal dan sangat dekat dengan Gunung Selamet. Terkenal akan wisata alamnya yaitu GUCI, membuat saya tertarik untuk membahas desa ini. Terutama dalam hal kelistrikan.
Maret lalu, tepatnya pada 16 – 20 Maret 2017 saya bersama Muhammad Irhasy Fadlilah, Yodi Christian Silalahi, Septhian Tampubolon dan Bapak Tony Koerniawan, ditugaskan untuk survey di Kabupaten Tegal. Survey yang kami lakukan tentang kepuasan pelanggan PLN terhadap daya 450 VA yang digunakan oleh masyarakat Tegal. Kami memiliki waktu 5 hari untuk menyelesaikan tugas ini.
15 Maret 2017 pukul 10:30 WIB, kami berangkat dengan kereta api dari stasiun Gambir. Kami pastikan persiapan sudah matang dan kami siap berangkat.
Perjalanan 5 jam membuat kami cukup lelah. Sekitar pukul 5 sore, kami tiba. Senja kala itu seakan menyambut kedatangan kami. Namun, perjalanan belum selesai. Kami masih harus menuju ke rumah keluarga pak Tony, tempat kami menginap, selama 1,5 jam. Dalam perjalanan, kami sempatkan singgah untuk mencicipi salah satu makanan khas Tegal, yaitu Soto Tegal. Makanan ini sudah beberapa kali saya nikmati. Namun, soto tegal ini menjadi hal baru bagi ketiga teman saya yang mereka sendiri berasal dari Bengkulu dan Medan.
Jalur perjalanan yang kami lalui harus menanjak dan menikung, sehingga tubuh kami terombang-ambing di dalam mobil. Hal ini sudah biasa kami alami.
Sekitar jam 9 malam, kami tiba di tujuan. Udara dingin menyambut kami. Bagi saya dan pak Tony itu hal yang biasa. Tetapi, bagi yang lain ini luar biasa. Mereka berupaya beradaptasi dengan udara dingin. Malam itu kami langsung beristirahat. Karena besok kami harus mulai bertugas.
Adzan Subuh berkumandang. Saya beranjak bangun dari tidur untuk pergi ke masjid. Letaknya tak jauh, hanya beberapa langkah saja dari penginapan. Sholat pun dilaksanakan.
Matahari belum perlihatkan sinarnya. Saya mencoba menikmati udara pagi yang segar. Seraya berbisik hati ini, “Ya Allah, Sungguh nikmat karunia yang telah Engkau berikan padaku pagi ini.”. Sepanjang mata memandang, hanya gelap yang terlihat.
Sarapan pagi telah tersedia. Saatnya kami makan dan mempersiapkan diri untuk memulai survey pertama ini. Pak Tony pun memberikan arahan untuk survey hari ini. Setelah semua dirasa cukup, kami berangkat. Kami dibagi menjadi 3 tim. Saya bersama Irhasy memulai survey disekitar penginapan. Septian, Yodhi, Pak Tony beserta istri memulai surveynya di lokasi yang cukup jauh dari penginapan.
Saya dan Irhasy memulai survey di RT 02/01. Dengan sapa dan tutur kata yang ramah, kami temui warga yang masih menggunakan daya 450 VA. Alangkah terkejutnya kami. Hampir 2 jam kami menelusuri perumahan warga disana. Tidak ada satupun warga yang bersedia kami wawancarai. Dengan berbagai alasan warga menolak untuk diajak berbincang–bincang. Dalam hati bertanya–tanya, “Ada apa ini ? Apa salah kami ?”. Dengan pakaian rapi dan tanda pengenal yang jelas, mereka tetap saja menolak dan memilih untuk menutup pintu rumah. Medan yang tidak datar, cukup membuat kami lelah berjalan.
Dalam keadaan bingung dan putus asa, kami putuskan istirahat seraya melaksanakan sholat Dzuhur. Berharap ada jalan keluar atas permasalah survey kami dihari pertama ini.
Setelah sholat, kami coba tanyakan teman–teman yang lain. Ternyata mereka tidak mengalami masalah apapun, dan mereka berkata bahwa warganya sangat antusias terhadap survey yang diadakan. Kami semakin bingung dan terkejut. Bagaimana bisa ? Saya dan Irhasy pun mencoba strategi baru.
Rumah Ketua RT. Kami berkunjung ke rumah Ketua RT 09/01. Disambut dengan baik, kami jelaskan maksud dan tujuan kami berada di desa ini. Kebetulan ketua RT ini kenal baik dengan Mas Jindan, orang di tempat kami menginap. Disinilah kami baru mengetahui akar permasalahannya.
Lama kami berbincang – bincang, dapat disimpulkan bahwa warga di sana trauma dengan apa yang mereka pernah alami. Dari RT 02/01 sampai RT 09/01, ternyata permasalahannya sama. Warga di sana mengira bahwa kami ini adalah Sales Man, Tukang Hipnotis bahkan sindikat pencurian anak. Sebab warga di sana telah berulang kali mengalami hal yang tidak menyenangkan. Mulai dari pencurian, penipuan bahkan penculikan. Itu menjadi sebab kenapa kami sulit untuk mengajak warga di sana mengobrol.
Informasi yang kami dapatkan cukup membantu. Kami lanjutkan penelusuran kami ke rumah–rumah warga. Sampailah kami di satu rumah. Ukurannya kecil, berdindingkan papan, dan beralaskan semen. Kriteria yang cocok dengan rumah berdaya 450 VA. Kami temui penghuninya dan disambut baik. Kami pun berbincang – bincang.
Satu jam lamanya kami berbincang, ada yang kami rasa ganjil. Pemilik rumah itu selalu menanyakan permasalahan yang dialami oleh pengguna daya 900 VA. Kemudian saya tanyakan daya yang digunakan rumah itu. Astaga ! Ternyata selama lebih dari 1 jam itu kami mewawancarai pemilik rumah daya 900 VA. Tidak sesuai target, kami akhiri perbincangan itu dan beranjak pergi dengan alasan untuk ke rumah warga lainnya.
Setelah pergi dari rumah itu, kami evaluasi diri. Agar kesalahan di rumah itu tidak terjadi lagi. Tidak tertipu lagi dengan tampilan fisik rumah. Kami susun strategi baru.
Hujan membasahi tubuh. Kami putuskan untuk pulang ke penginapan. Mas Jindan bertanya bagaimana survey pertamanya. Beliau pun hanya tertawa mendengar apa yang telah kami alami. Mas Jindan menyarankan kami untuk pergi ke salah satu rumah. Dekat dengan penginapan. Rumah Abdul Rosid. Penjual mi ayam di RT 02/01. Kami kunjungi dan wawancarai salah satu penghuninya, yaitu anak perempuan dari Bapak Abdul Rosid. Dalam wawancara itu, diketahui bahwa memang sering terjadi aksi penipuan, pencurian, dan penculikan dengan motif–motif tertentu.
Senja di hari itu menghiasi langit. Tanda untuk harus kami akhiri survey pertama ini. Kami putuskan kembali ke penginapan. Begitu pula teman-teman dan Pak Tony.
Bulan menerangi malam. Kami kembali berkumpul di penginapan seraya menceritakan kepada yang lain apa yang saya & Irhasy alami hari ini. Reaksi mereka pun sama seperti Mas Jindan. Tertawa terbahak-bahak di ruang makan. Pak Tony & teman-teman yang lain memberikan kami tips dan trik untuk survey esok harinya.
Hari pertama survey itu, kami hanya mendapatkan ±50 responden. Hanya saya dan Irhasy yang gagal mendapatkan responden di hari itu. Sedikit mengecewakan memang. Namun, itulah keadaannya.
Malam semakin larut. Udara terasa semakin dingin. Kantuk begitu terasa. Kami putuskan untuk istirahat. Karena esok hari kami harus melanjutkan survey. Berharap esok hari lebih baik daripada hari ini.
Belajar dari pengalaman, saya dan Irhasy tak ingin kembali mengalami kegagalan. Dengan strategi baru, kami lakukan survey dihari kedua. Bongkar ! Strategi baru agar kami bisa mendapatkan responden sebanyak-banyaknya. Kami datang melihat kWh Meter yang terpasang di rumah warga. Apabila sesuai kriteria, maka akan kami tanya langsung. Tanpa basa-basi seperti hari pertama.
Strategi dihari kedua ini berhasil. Lebih dari 10 responden kami peroleh. Namun bukan tanpa kendala. Hari itu kami kembali terjebak hujan. Itu membuat kami menghentikan sejenak penelusuran dihari itu. Kami bernaung di salah satu rumah warga. Di sana kami bertemu dengan Septian dan Yodhi. Dalam satu naungan, kami berbincang-bincang sangat lama dengan pemilik rumah itu.
Hujan tak kunjung reda hingga malam tiba. Pak Tony berkali-kali menghubungi saya dan menanyakan dimana keberadaan kami. Hingga suatu ketika, kami dijemput oleh keponakan dari Pak Tony. Kami pun pulang.
Dengan jumlah responden yang tidak sesuai target pada hari kedua itu, cukup mengecewakan. Malam itu kami akhiri dengan beristirahat.
Dihari ketiga, strategi berubah. Kali ini Pak Tony mengajak saya dan Irhasy untuk ikut survey ke desa Muncang Larang. Di sana saya berkolaborasi bersama Pak Tony. Sedangkan Irhasy berkolaborasi bersama istri Pak Tony. Target hari itu kami harus mencapai 200 responden. Kami telusuri lorong-lorong rumah warga. Seperti menebar jala di lautan, rumah-rumah di sana didominasi pelanggan 450VA. Tidak sulit untuk mendapatkan responden. Masih dengan strategi ‘Bongkar’, dalam sehari kami bisa mendapatkan lebih dari 30 responden. Sedangkan Irhasy dan istri Pak Tony mendapatkan kurang lebih 20 responden. Hal tak terduga datang dari Septian dan Yodhi. Dalam sehari mereka mendapatkan 60 reponden. Luar biasa !
Pagi hingga sore kami habiskan waktu untuk menelusuri desa itu. Letih terbayarkan sudah. Target untuk 200 responden telah tercapai. Namun, ada hal lain yang harus kami lakukan. Input data responden. Itu harus kami lakukan dan selesaikan agar kami dapat berlibur sebelum kembali ke Jakarta.
Terasa melelahkan. Walaupun hanya sekedar input data responden ke dalam website. Kami harus teliti untuk memasukkan data pelanggan satu demi satu. Dan harus selesai pada hari ke empat.
Survey pelanggan telah selesai. Input data pelanggan juga. Saatnya kami pergi berlibur ke Wisata Air Panas GUCI. Dihari kelima ini kami habiskan waktu dengan berenang dan berendam di wisata air panas tersebut. Meregangkan otot-otot kaki yang tegang karena berhari-hari melakukan survey.

Kewajiban telah terlaksana dan liburan pun begitu. Saatnya kami untuk kembali ke Ibu Kota Jakarta. Melanjutkan kewajiban sebagai mahasiswa di kampus. Survey ini sangat berkesan dan menambah pengalaman kami. Terima kasih Tegal, terima kasih Bumijawa. Sampai jumpa lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar